DPC PARTAI DEMOKRAT KABUPATEN MALANG GELAR BERSHOLAWAT BERSAMA RAKYAT DAN MEMPERINGATI HUT KE-24

Malang, mediasiberkompppak.com

9 September 2025 – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Malang menyelenggarakan acara Bersholawat Bersama Rakyat dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Partai Demokrat yang ke-24. Kegiatan ini dilaksanakan di kediaman Bendahara DPC Partai Demokrat, Mayor Purnawirawan Sukarni Jalan Trunojoyo Kedungpedaringan Kepanjen Kabupaten Malang, pada hari Selasa, 9 September 2025.

Acara ini digelar sebagai wujud rasa syukur atas perjalanan Partai Demokrat yang telah berusia 24 tahun, sekaligus sebagai momentum mempererat tali silaturahmi antara kader, simpatisan, dan masyarakat Kabupaten Malang.

Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Malang dalam sambutannya menyampaikan bahwa HUT ke-24 ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga menjadi ajang memperkuat nilai spiritual dan doa bersama untuk bangsa.

“Partai Demokrat lahir dari rakyat, berjuang bersama rakyat, dan untuk rakyat. Melalui momentum sholawat bersama ini, kami berharap keberkahan selalu menyertai perjuangan Partai Demokrat dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat,” ujar dari ketua DPC DEMOKRAT KABUPATEN MALANG H. Hadi Mustofa, S.Kom yang biasa disapa Gus Top

Kegiatan berlangsung khidmat dengan lantunan sholawat yang diikuti dan dihadiri jajaran pengurus DPC, kader, simpatisan, serta tokoh masyarakat. Selain bernuansa religius, acara ini juga mencerminkan komitmen Partai Demokrat untuk terus dekat dengan rakyat dan menjaga nilai-nilai kebangsaan serta demokrasi.

Dengan usia yang memasuki 24 tahun, Partai Demokrat Kabupaten Malang bertekad untuk semakin solid, bekerja nyata, dan hadir dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Kabupaten Malang.

Dalam momentum kebersamaan Partai Demokrat Kabupaten Malang, Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M. yang biasa disapa Sam Tito resmi disematkan sebagai anggota sekaligus kader Partai Demokrat. Penyematan tersebut dilakukan langsung oleh Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Malang, H. Hadi Mustopa, S.Kom.

Prosesi penyematan ini menjadi tanda bergabungnya Sam Tito dalam barisan Partai Demokrat, serta menunjukkan komitmennya untuk berjuang bersama partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan membesarkan Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Malang.

Dalam sambutannya, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Malang, Gus Top menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Dwi Indrotito Cahyono yang dinilai mampu memberi kontribusi positif bagi perjalanan partai.

Dengan resmi menjadi kader Demokrat, Sam Tito bertekad untuk memperkuat barisan dan berkontribusi aktif dalam kegiatan partai, sejalan dengan semangat Demokrat yang selalu mengedepankan nilai-nilai nasionalis, religius, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
“Saya sudah berkomitmen bukan hanya dimulut tapi juga dalam hati, siap untuk membesarkan Partai Demokrat demi membangun Kabupaten Malang yang berlandaskan Pancasila dan UUD secara utuh” tegasnya.

Dalam rangkaian acara Dirgahayu Partai Demokrat ke-24, DPC Partai Demokrat Kabupaten Malang tidak hanya menggelar sholawat bersama rakyat, tetapi juga menghadirkan kegiatan sosial berupa santunan untuk janda dan lanjut usia.

Kegiatan santunan ini menjadi bentuk nyata kepedulian Partai Demokrat kepada masyarakat kecil, khususnya mereka yang membutuhkan perhatian lebih. Melalui momentum ini, Partai Demokrat ingin menegaskan komitmennya untuk terus hadir dan dekat dengan rakyat.

( Billy )

KOMPPPPAK

More From Author

Prabowo Reshufle Kabinet Merah Putih,Lima Mentri Diganti

Suara Malang Beranda Berita Nasional Jawa Timur Kota Malang Kabupaten Malang Kota Batu Politik Kriminal Opini Iklan Iklan Beranda Hukum & Kriminal Hukum & Kriminal, Nasional Rugikan Negara Ratusan Triliun, Tapi yang Balik Tak Sampai 6%! Ke Mana Larinya Uang Korupsi? Editor Suaramalang Agustus 25, 2025 Rugikan Negara Ratusan Triliun, Tapi yang Balik Tak Sampai 6%! Ke Mana Larinya Uang Korupsi? Gedung KPK (dok.ist) Iklan SUARAMALANG.COM, Jakarta – Seberapa serius Indonesia dalam memulihkan uang rakyat yang hilang akibat korupsi? Pertanyaan ini kembali mengemuka setelah berbagai data terbaru menunjukkan jurang yang menganga lebar: nilai kerugian negara yang fantastis versus pengembalian yang relatif kecil. Kerugian Ratusan Triliun, Pengembalian Hanya Beberapa Persen Iklan Laporan resmi menunjukkan, sepanjang 2024 kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai sekitar Rp45,7 triliun. Angka ini bukan perkiraan liar, melainkan data yang disampaikan dalam laporan tahunan penegak hukum dan audit negara. Namun, jumlah uang yang berhasil kembali ke kas negara ternyata hanya secuil jika dibandingkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam periode 2020–2024 melaporkan pengembalian aset senilai Rp2,544 triliun. Khusus untuk tahun 2024, angka itu hanya Rp731,5 miliar. Sementara itu, Kejaksaan Agung melalui Badan Pemulihan Aset mencatat pengembalian sekitar Rp1,32 triliun pada 2024, ditambah Rp600 miliar hingga Mei 2025. Bahkan di awal 2025, KPK baru mampu menyetor Rp53 miliar dari lelang barang rampasan. Jika dihitung kasar, total pengembalian aset tidak sampai 6 persen dari kerugian yang dilaporkan. Sisanya—puluhan triliun rupiah—masih misterius. Ke mana larinya uang rakyat itu? Mengapa Gap Ini Terjadi? Pengembalian aset korupsi bukan perkara mudah. Sejumlah pakar menyebut ada tiga faktor utama: Aset yang disembunyikan – Pelaku korupsi sering memecah aset ke banyak rekening, perusahaan cangkang, atau menempatkannya di luar negeri. Pelacakan menjadi sulit dan memakan waktu. Keterbatasan hukum – Indonesia masih mengandalkan mekanisme berbasis vonis (conviction-based). Artinya, aset baru bisa dirampas setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Berbeda dengan banyak negara maju yang sudah menerapkan mekanisme non-conviction based asset forfeiture, di mana aset bisa disita lebih cepat. Proses birokrasi dan administrasi – Pemulihan aset melewati banyak tahapan: pembekuan, penilaian, lelang, hingga penyetoran ke kas negara. Sering kali nilai menyusut karena biaya administrasi, depresiasi aset, atau kerusakan. RUU Perampasan Aset: Harapan Baru atau Sekadar Wacana? Situasi ini memunculkan desakan untuk mempercepat Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. RUU ini diharapkan memberi dasar hukum lebih kuat bagi penyitaan aset hasil korupsi, termasuk tanpa menunggu putusan pengadilan. “Menempatkan RUU Perampasan Aset di posisi lima besar menunjukkan bahwa pemerintahan saat ini memahami urgensi instrumen ini dalam memberantas korupsi. Ini bukan hanya simbolis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat sistem hukum kita,” ujar Hardjuno Wiwoho, pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 19 November 2024. RUU ini juga diharapkan memberi ruang pembentukan pengadilan khusus aset dan memperkuat peran lembaga seperti Badan Pemulihan Aset (BPA) yang baru dibentuk di Kejaksaan Agung. Dengan mandat yang lebih luas, BPA kini bahkan bisa bekerja sama lintas negara dan mengelola aset yang disita hingga ke tingkat kejaksaan negeri. Kasus Nyata: Potret Kesenjangan Beberapa kasus menjadi contoh betapa besar potensi kerugian dibanding hasil pemulihan. Dalam perkara dugaan korupsi di PGN/IAE, KPK mengungkap indikasi kerugian sekitar USD15 juta, tetapi baru USD1 juta yang berhasil diamankan. Belum lagi kasus besar seperti dugaan korupsi di tubuh Pertamina yang mencuat 2025, dengan estimasi kerugian mencapai Rp193,7 triliun. Bayangkan jika pola pengembalian hanya beberapa persen, maka uang rakyat yang kembali bisa nyaris tak berarti. Dampak ke Publik dan Kredibilitas Negara Jurang besar antara kerugian dan pengembalian memunculkan kegelisahan publik. Di media sosial, seruan seperti “Jangan cuma tangkap orangnya, kembalikan uangnya!” kerap trending setiap kali ada operasi tangkap tangan. Secara fiskal, kerugian ini bukan sekadar angka. Uang yang lenyap seharusnya bisa membiayai sekolah gratis, membangun rumah sakit, hingga memperbaiki infrastruktur. Semakin kecil aset yang kembali, semakin besar pula beban APBN. Tak heran jika sebagian kalangan menilai penegakan hukum akan dianggap setengah hati bila pemulihan aset tidak jadi prioritas. Penangkapan pelaku tanpa pengembalian uang negara hanya menyentuh permukaan masalah. Solusi dan Jalan ke Depan Ada beberapa langkah strategis yang bisa memperkecil gap ini: Percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset, dengan model yang adaptif dan kompatibel dengan standar internasional. Pemanfaatan teknologi pelacakan dan intelijen keuangan, termasuk kerja sama dengan lembaga internasional untuk memburu aset di luar negeri. Transparansi dan akuntabilitas, misalnya laporan publik rutin soal jumlah aset yang ditemukan, status lelang, dan hasil penyetoran ke kas negara. Sinergi antar lembaga – KPK, Kejaksaan, PPATK, BPK, hingga Polri harus bergerak bersama, bukan berjalan sendiri-sendiri. Disparitas antara kerugian negara dan pengembalian aset korupsi bukan sekadar statistik. Ia adalah cermin dari seberapa serius negara memerangi korupsi dan melindungi uang rakyat. Selama gap ini masih lebar, publik akan terus bertanya-tanya: siapa yang benar-benar diuntungkan dari korupsi? Pelaku yang dipenjara, atau sistem yang membiarkannya

Dampak Pejabat Negara Rangkap Jabatan

[scroll_top title='Scroll to top' label='Top']